PASAR BEBAS
Pengertian
Pasar Bebas
Pasar Bebas
adalah suatu pasar dimana harga barang-barang dan jasa disusun secara lengkap
oleh ketidak saling memaksa yang disetujui oleh para penjual dan pembeli,
ditetapkan pada umumnya oleh hukum penawaran dan permintaan dengan tanpa campur
tangan pemerintah dalam regulasi harga, penawaran dan permintaan.
Peran Pemerintah
Mengawasi agar
akibat ekstern kegiatan ekonomi yang merugikan dapat dihindari Menyediakan
barang public yang cukup hingga masyarakat dapat membelinya dengan mudah dan
murah Mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan, terutama perusahaan yang besar
yang dapat mempengaruhi pasar. Menjamin agar kegiatan ekonomi yang dilakukan
tidak menimbulkan ketidak setaraan dalam masyarakat. Memastikan pertumbuhan
ekonomi dapat diwujudkan secara efisien
Campur tangan
pemerintah dalam ekonomi dapat dilakukan dalam tiga bentuk yaitu:
1.
Membuat
undang-undang.
Undang-undang diperlukan untuk mempertinggi efisiensi mekanisme
pasar, menciptakan dasaran social ekonomi dan menciptakan pertandingan bebas
sehingga tidak ada kekuatan monopoli. Secara langsung melakukan kegiatan
ekonomi (mendirikan perusahaan) dengan produksi barang publik
2.
Kebijakkan
fiscal diperlukan masyarakat bahwa pemerintah dapat menetapkan anggran belanja
dan penerimaan Negara secara seimbang.
3.
Kebijakkan
moneter diperlukan untuk mengendalikan tingkat harga-harga agar tetap stabil.
Akan tetapi pada akhirnya kebijakkan moneter adalah peranan uang dalam kegiatan
ekonomi.
Teori tentang pasar bebas
Adam Smith (1723-1790), dengan
bukunya An Inquiry into Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776).
Menurutnya, pasar bebas berdasar kebebasan inisiatif partikelir (freedom of
private initiative) akan melahirkan efisiensi ekonomi maksimal melalui
pengaturan "tangan tak tampak" (invisible hand). Pengaturan oleh
"tangan tak tampak" adalah pengaturan melalui mekanisme bebas
permintaan dan penawaran, atau mekanisme pasar bebas berdasar free private
enterprise, yang oleh Paul Samuelson, pemenang hadiah Nobel bidang Ekonomi
(1970), disebut competitive private-property capitalism.
Peran negara minimal ini, ditegaskan
lebih lanjut oleh Friedriech August von Hayek, yang mengatakan, peran negara
bukan untuk mengintervensi spontaneous orde yang muncul dalam pasar. Peran
negara justru untuk melindungi spontaneous order tersebut dari intervensi
manusia, apakah itu para politisi atau kelompok-kelompok kepentingan seperti
serikat buruh.
Menurut Sritua Arief, ada tiga
asumsi yang dipercayai sebagai kebaikan dari pasar bebas atau perdagangan bebas:
pertama, sistem perdagangan bebas yang diiringi dengan persaingan bebas tanpa
proteksi akan menghindarkan berkembangnya apa yang disebut X-inefficiency.
Dalam alam kompetisi, pihak produsen akan didorong untuk melaksanakan proses
produksi yang efisien dalam makna, meminimumkan biaya produksi sehingga harga
yang dibebankan kepada konsumen menjadi relatif murah. Kedua, sistem
perdagangan internasional yang bebas akan mampu menghindarkan atau meminimumkan
ketidakstabilan ekonomi makro yang menjurus pada “stop-go macroeconomics
cycles.” Kebijaksanaan proteksi yang disertai oleh adanya kurs mata uang yang
tidak realistis (overvalued currency), cenderung mengakibatkan terjadinya
“foreign exchange bottleknecks.” Ketiga, liberalisasi perdangangan
internasional akan mendorong berlangsungnya proses produksi dalam skala penuh
dengan memperluas produksi untuk ekspor. Liberalisasi perdagangan internasional
diharapkan menimbulkan situasi produksi yang berciri “increasing return to
scale” sehingga, dapat berkompetisi di pasaran internasional. Situasi produksi
ini dapat diraih melalui ekspansi pasar baik pasar domestik maupun pasar
eksternal.
Definisi Pasar Bebas adalah
sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa
pajak ekspor impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas juga
dapat didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang dibuat
pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan
perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. di mana seluruh
keputusan ekonomi danaksi oleh individu yang berhubungan dengan uang, barang,
dan jasa adalah sukarela, dan oleh karena itu tanpa maling. Ekonomi pasar bebas adalah ekonomi di mana pasar relatif bebas.
Pasar bebas diadvokasikan oleh pengusul ekonomi liberalisme. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
Memperoleh keuntungan dari
spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk
memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara
dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh
negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang
tersebut dari luar negeri.
Definisi pasar bebas yaitu
perdagangan bebas yaitu sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan
produk antar negara tanpa pajak ekspor impor atau hambatan perdagangan lainnya.
Perdagangan bebas juga dapat didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan
(hambatan yang dibuat pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual
dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Istilah perdagangan bebas identik
dengan adanya hubungan dagang antar Negara anggota maupun negara non-anggota.
Dalam implementasinya perdagangan bebas harus memperhatikan beberapa aspek yang
mempengaruhi yaitu mulai dengan meneliti mekanisme perdagangan, prinsip sentral
dari keuntungan komparatif (comparative advantage), serta pro dan kontra di
bidang tarif dan kuota, serta melihat bagaimana berbagai jenis mata uang atau
valuta asing diperdagangkan berdasarkan kurs tukar valuta asing.
Perdagangan international sering
dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang
ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori
semula hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun
dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh
penganut perdagangan bebas justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada
terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena
melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.
pada dasarnya inti dari persaingan
bebas adalah menghendaki pasar lah yang menentukan harga. Pasar yang dimaksud
disini adalah penawaran dan permintaan.
Jadi, Pasar Bebas (adalah kondisi
ekonomi yang) menghendaki penentuan nilai (harga) suatu barang ditentukan atau
terjadi saat terjadi keseimbangan antara penawaran dan permintaan (jika
digambar dengan kurva, maka terjadi saat perpotongan kurva permintaan dan kurva
penawaran), tanpa ada campur tangan pihak lain (misalnya pemerintah).
Namun, pengertian pasar bebas baru2
ini mulai bergeser menjadi persaingan tidak sehat. Dimana perusahaan-perusahaan
besar berafiliasi membentuk kekuatan modal (capital power) untuk
"menghancurkan" (menguasai/menjajah) ekonomi negara2 berkembang
dengan menyingkirkan pesaing2 yang berasal dari kalangan Perusahaan Tanggung, Menengah,
dan Kecil. Tapi jika dilihat kondisi masih bersistem Pasar Bebas, namun jika
diselami lagi, kondisi ekonomi sebenarnya adalah Pasar Monopolistik.
Pasar bebas adalah pasar ideal, di
mana adanya perlakuan yang sama dan fair bagi semua pelaku bisnis dengan aturan
yang fair, transparan, konsekuen & objektif, memberi peluang yang optimal
bagi persaingan bebas yang sehat dalam pemerataan ekonomi.
Pasar bebas diadvokasikan oleh
pengusul ekonomi liberalisme. Salah satu ukuran kemajuan suatu bangsa dan
keberhasilan suatu pemerintahan di era pasar bebas adalah tingkat kemampuannya
untuk menguasai teknologi ekonomi(J.Gremillion).
Negara-negara yang terlibat dalam
gelombang pasar bebas, menurut Gremillion, mesti memahami bahwa pada era
sekarang ini sedang didominasi oleh sebuah rancangan pembangunan dunia yang
dikenal sebagai Marshall Plan yang menjadi batu sendi interpen-densi global
yang terus memintai dunia.
Biar bagaimanapun rancangan
pembangunan dunia yang mengglobal itu selalu memiliki sasaran ekonomi dengan
penguasaan pada kemajuan teknologi ekonomi yang akan terus menjadi penyanggah
bagi kekuatan negara atau pemerintahan.
Artinya, dari penguasaan teknologi
ekonomi itulah, segala kekuatan arus modal investasi dan barang-barang hasil
produksi tidak menjadi kekuatan negatif yang terus menggerogoti dan melumpuhkan
kekuatan negara.Karena, senang atau tidak, kita sekarang sedang digiring masuk
dalam suatu era baru pada percaturan ekonomi dan politik global yang diikuti
dengan era pasar bebas yang dibaluti semangat kapitalisme yang membuntuti
filosofi modal tak lagi berbendera dan peredaran barang tak lagi bertuan.
Ini jelas menimbulkan
paradigma-paradigma baru yang di dalamnya semua bergerak berlandaskan pada
pergerakan modal investasi dan barang produksi yang tidak berbendera dan tidak
bertuan, yang akan terus menjadi batu sendi interpen-densi global yang terus
memintai dunia.
Yang terpenting
adalah diperlukan bangunan etika global yang berperan mem-back up setiap
penyelewengan yang terjadi di belantara pasar bebas.Kemiskinan, kemelaratan,
dan ketidakadilan yang terdapat di dunia yang menimpa negara-negara miskin
hakikatnya tidak lagi akibat kesalahan negara-negara bersangkutan sehingga itu
pun menjadi tanggung jawab global pula. Kesejahteraan dan keadilan global merupakan
sesuatu yang tercipta oleh keharmonisan berbagai kepentingan yang selalu
memerhatikan nilai-nilai moral dan tata etika yang dianut umum.Maksudnya,
perilaku etis global adalah perilaku negara-negara yang bertanggung jawab atas
nasib masyarakat dunia.
Tentunya ini menjadi perhatian
serius dari pemerintah, karena selama ini tidak pernah maksimal dalam
memperkuat dan memajukan industri nasional dalam menghadapi tuntutan pasar
bebas tersebut. Yang namanya pasar bebas tentu asas utamanya adalah persaingan,
yang bebas dari intervensi pemerintah untuk mengontrol harga dari produk-produk
yang diperdagangkan. Penilaiannya diserahkan kepada konsumen untuk membeli
produk yang diinginkannya.
Tentunya, setiap konsumen
kecenderungannya memilih suatu produk/barang dengan kualitas yang baik dan
harga yang murah. Bisa dipastikan sebagian dari produk-produk nasional ini akan
kalah bersaing dengan alasan kualitas dan nilai jual tersebut. Berikut
merupakan peran Pemerintah dalam pasar bebas, yaitu:
a.
Efektif,
karena begitu terjadi pelanggaran atas hak dan kepentingan pihak tertentu,
pemerintah akan bertindak efektif dan konsekuen untuk membela pihak yg
dilanggar & menegakkan keadilan.
b.
Minimal,
karena sejauh pasar berfungsi dengan baik dan fair maka pemerintah tidak
terlalu banyak ikut campur. Maka siapa saja yang melanggar aturan main akan
ditindak secara konsekuen, siapa saja yang dirugikan dak dan kepentingannya
akan dibela dan dilindungi oleh pemerintah terlepas dari status social dan
ekonominya.
Teori – teori
pasar bebas yang berhubungan dengan etika bisnis:
1.
Teori
Adam Smith
Pengaturan oleh “tangan tak tampak” (invisible hand) ini tidak lain
ialah pengaturan melalui mekanisme bebas permintaan dan penawaran atau
mekanisme pasar bebas berdasar free private enterprise, atau yang oleh Paul
Samuelson, pemenang Nobel bidang Ekonomi (1970) disebut “competitive
private-property capitalism.” Para ekonom meyakini keabsahan teori Adam Smith
ini. Di Indonesia, topik pasar bebas dan persaingan bebas sebagai bentuk pasar
ideal terpampang resmi dalam silabus Pengantar Ilmu Ekonomi sebagai academic
blue-print dari konsorsium ilmu ekonomi. Topik ini merupakan bagian dari kuliah
wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa di Indonesia yang menganut sistem
Demokrasi Ekonomi.
2.
Teori
imajiner
Teori pasar dengan persaingan sempurna dikembangkan secara
fantastis. Distorsi pasar, baik tehnis, kelembagaan, maupun sosio-kultural oleh
text-book diasumsikan tidak ada; yang dikatakan sebagai alasannya ialah for the
sake of simplicity. Pengembangan teori berjalan berdasar validitas teoritikal,
yakni asumsi di atas asumsi dan aksioma di atas aksioma. Padahal, paradigma
seperti yang dikemukakan ekonom Inggris, Joan Robinson (1903-1983), telah
mengelabui kita dalam pengembangan teori ekonomi. Teori yang ada dapat saja
berkembang konvergen, tetapi juga bisa semakin divergen terhadap realita. Para
pengabdi ilmu—yang belum tentu pengabdi masyarakat—dapat saja terjebak ke dalam
divergensi ini. Banyak ekonom dan para analis menjadi simplistis mempertahankan
ilmu ekonomi Barat ini dengan mengatakan bahwa kapitalisme telah terbukti
menang, sedangkan sosialisme telah kalah telak. Pandangan yang penuh mediokriti
ini mengabaikan proses dan hakikat perubahan yang terjadi, mencampuradukkan
antara validitas teori, viability sistem ekonomi, kepentingan dan ideologi
(cita-cita), serta pragmatisme berpikir.
Adam Smith kelewat yakin akan kekuatan persaingan. Teori ekonominya
(teori pasar berdasar hipotesis pasar bebas dan persaingan sempurna), sempat
mendikte umat manusia sejagat dalam abad ini untuk terus bermimpi tentang
kehadiran pasar sempurna. Lalu lahirlah berbagai kebijakan ekonomi baik
nasional maupun global berdasarkan pada teori pasar bebas dan persaingan
sempurna. Teori imajiner dari Adam Smith ini hingga kini dianut sebagai pedoman
moral demi menjamin kepentingan tersembunyi partikelir.
Sistem pasar bebas pertama kali
secara resmi diperkenalkan oleh Adam Smith. Menurut Smith, apabila setiap
individu diberikan kebebasan untuk bertindak di pasar bebas, maka tanpa disadari
mereka juga akan menyumbangkan dan diarahkan kepada kesejahteraan social
oleh invisible hand. Adapun maksudnya, adalah kompetisi pasar.
Smith juga berargumen bahwa pasar
kompetitif akan mengalokasikan sumber daya dengan paling efisien terhadap industry-industri
yang ada di masyarakat. Ketika penawaran terhadap suatu barang kurang dari
permintaannya, maka harga yang mau dibayarkan oleh konsumen akan lebih tinggi
dari apa yang disebut Smith sebagai harga alami. Produsen dari komoditi langka
tersebut akan meraih keuntungan lebih dari produsen komoditi lainnya, dan ini
akan mendorong produsen lain untuk turun memproduksi komoditi tersebut.
Hasilnya, kelangkaan produk teratasi dan harganya turun ke tingkat alamiah.
Sebaliknya juga, bila penawaran melebihi permintaannya, harganya akan turun,
mendorong produsen untuk mengurangi produksi akan barang tersebut dan pindah ke
komoditi lain. Pada akhirnya, pasar mengalokasikan sumber daya dengan skenario
seefisien mungkin untuk memenuhi permintaan konsumen, yang mana memberikan
manfaat social(social utility). Implikasinya terhadap pemerintah adalah: diam,
tidak melakukan intervensi terhadap pasar. Pada awal abad 20, dua ekonomi yang
bernama Ludwig von Mises dan Friedrich A. Hayek memperkuat pandangan Smith ini dengan
mengatakan bahwa tidak ada yang mampu mengatur pasar hingga efisiensinya
menyamai tingkat efisiensi yang diciptakan oleh pasar kompetitif. Adapun dalam
analisisnya, secara tidak langsung Smith mengasumsikan bahwa masyarakat
mempunyai sistem kepemilikan secara pribadi sehingga pasar kompetitif tidak
akan bisa ditemukan pada masyarakat yang tidak mengadopsi sistem ini.
Kritik yang muncul terhadap teori
yang memang sudah kuno ini cukup banyak, lima kritik utamanya mencakup:
- Argumen-argumen Smith didasarkan pada
asumsi-asumsi yang tidak realistis. Smith mengatakan bahwa kekuatan
penawaran dan permintaan akan membawa harga pada tingkat terendah. Hal ini
benar jika tidak ada perusahaan yang memiliki kekuatan monopoli sedikit
pun. Namun kenyataannya sekarang berbagai industry dikuasai bermacam-macam
perusahaan besar yang mampu mengatur harga dan produksi sekehendak mereka,
- Apabila Smith berkata bahwa setiap
produsen akan meminimasi biaya untuk memaksimumkan profit, maka pada
kenyataannya ada biaya yang tidak dicoba untuk diminimasi oleh perusahaan
sebab mereka tidak perlu membayar biaya tersebut. Sebagai contohnya adalah
polusi dan limbah, serta berbagai biaya eksternal lainnya,
- Manusia tidak selalu bertindak untuk
kepuasan dirinya sendiri seperti yang dikatakan Smith. Manusia secara
teratur menunjukkan kepedulian terhadap kemanfaatan yang dirasakan orang
lain. Nilai-nilai kejujuran dan keadilan turut mewarnai kehidupan pelaku
ekonomi dalam menjalankan aktivitas ekonominya,
- Adapun menanggapi argument von Mises
dan Hayek, pada praktiknya tidak mustahil seperti yang mereka utarakan.
Dengan penyusunan laporan mengenai besar persediaan dan harga yang mereka
pasang yang baik dan berkelanjutan, “perencana” bisa mengetahui kapan ia
seharusnya menaikkan atau menurunkan harga dari suatu produk.
- Kritik dari Keynesian mengatakan bahwa
peran pemerintah diperlukan untuk menyikapi pengangguran. Adapun isu
pengangguran ini muncul dari sanggahan Keynes terhadap pendapat Smith yang
mengatakan bahwa mekanisme pasar yang efisien akan menciptakan kondisi di
mana tidak akan ada pengangguran sebab semua factor produksi akan terserap
untuk memenuhi permintaan dengan seimbang. Bagaimana bisa? Argumen
Smith yaitu apabila ada sumber daya/factor produksi yang tak dimanfaatkan
maka biaya penggunaannya akan turun dan mendorong produsen memperbesar
produksi dengan menggunakan sumber daya tadi. Sehingga, semua sumber
daya termanfaatkan dan permintaan selalu bertambah menyesuaikan dengan
jumlah produksi. Keynes mengatakan bahwa jumlah permintaan mungkin tidak
akan cukup tinggi untuk mengimbangi semua produk yang dihasilkan.
Permintaan, yang selanjutnya disebut permintaan agregat(rumah tangga,
pengusaha, dan pemerintah) tidak seimbang karena ada sebagian yang
dialokasikan untuk menabung. Pemerintah, menurut Keynes bisa mempengaruhi
kecenderungan menabung masyarakat dengan mengatur tingkat bunga. Untuk
itulah, peran pemerintah diperlukan untuk memaksimumkan kemanfaatan
social.
Konsep Pasar
dengan Persaingan Bebas
Pasar bebas yang dijiwai oleh individualisme
terciri lewat prinsip kebebasan dan kemandirian manusia yang hakiki maka
biarkanlah manusia mengatur perekonomiannya sendiri, negara tak perlu ikut
campur karena hukum alam yang mewujud dalam the invisible hand akan mengatur
itu (asumsi Laisser Faire). Negara pun sebagai institusi yang dibentuk oleh
individu agar menjadi alat pencapaian kepentingan tidak perlu merisaukan
kecenderungan manusia yang lebih mementingkan dirinya sendiri dan mencari
nikmat. Walaupun manusia pencari kenikmatan tetapi kenikmatan itu adalah
kenikmatan bagi sebagian besar orang bukan segelintir saja (utilitarianisme).
Dan, mekanisme itu semakin dijaga dengan perencanaan dan penghitungan yang
matang berdasarkan dalil optimalitas Pareto, karena pastilah sebuah sistem perekonomian,
terlebih lagi sistem perekonomian pasar bebas, menginginkan alokasi yang
efisien dan produktif.
Dengan memahami hal ini kita
mengetahui bahwa pasar bebas sebagai sebuah sistem ekonomi yang meminimkan
campur tangan negara bahkan jika dapat ditiadakan dan menyerahkan
keberlangsungan sistem itu pada dinamika pasar (pertemuan permintaan dan
penawaran), yang dilatarbelakangi oleh paham individualisme, utilitarianisme,
optimalitas atau efisiensi Pareto, serta asumsi laissez faire. Masing-masing
paham dan konsep memiliki andil dalam membentuk wajah pasar bebas yang ada saat
ini (WTO).
Memahami Kritik
terhadap Pasar Bebas
Secara singkat kita melihat bahwa
banyak kritik dapat dilontarkan terhadap pasar bebas karena secara etis pasar
bebas sendiri tidak begitu mendapat dasar yang kuat dan secara praktis pasar
bebas ternyata mengandung berbagai kelemahan yang mungkin sebelumnya tidak
diperkirakan atau memang sudah tetapi dibiarkan saja, seperti: kecenderungan
monopoli dan tidak meratanya pendapatan untuk setiap pelaku ekonomi.
Konsep Rasionalitas dalam
Pengelolahan Pasar Bebas dan Kegagalannya
Rasionalitas yang kaku tanpa memikirkan kemultidimensionalan manusia akan menemui kegagalan seperti ketika para ekonom ortodoks memformulasikan pasar bebas (sistem ekonomi pasar) yang terwujud saat ini. Kegagalan itu tampak dalam adanya informasi asimetrik dalam pasar, eksternalitas, dan kecenderungan monopoli dalam pasar bebas. Sebelumnya, kegagalan itu ditandai dengan adanya banyak dilema seperti dilema efisiensi dan pemerataan serta kasus Nash (The Prisoner’s Dilemma). Untuk menyikapi, (kegagalan itu) reevaluasi atas rasionalitas perlu dilakukan dan dicoba diterapkan untuk memperbaiki kegagalan tersebut. Rasionalitas seperti itu telah dipaparkan dalam bagian tadi yang di antaranya meliputi: keterbukaan dan intervensi pemerintah.
Rasionalitas yang kaku tanpa memikirkan kemultidimensionalan manusia akan menemui kegagalan seperti ketika para ekonom ortodoks memformulasikan pasar bebas (sistem ekonomi pasar) yang terwujud saat ini. Kegagalan itu tampak dalam adanya informasi asimetrik dalam pasar, eksternalitas, dan kecenderungan monopoli dalam pasar bebas. Sebelumnya, kegagalan itu ditandai dengan adanya banyak dilema seperti dilema efisiensi dan pemerataan serta kasus Nash (The Prisoner’s Dilemma). Untuk menyikapi, (kegagalan itu) reevaluasi atas rasionalitas perlu dilakukan dan dicoba diterapkan untuk memperbaiki kegagalan tersebut. Rasionalitas seperti itu telah dipaparkan dalam bagian tadi yang di antaranya meliputi: keterbukaan dan intervensi pemerintah.
No comments:
Post a Comment